Proyek Sky-Walk Cihampelas

Sejak tanggal 6 November 2016, di beberapa grup Whatsapp sudah banyak info mengenai penutupan Jalan Cihampelas karena ada proyek pembangunan Sky-Walk (bagi yang penasaran apa itu Sky-walk silakan browsing aja ya). Bagiku si pengguna angkot yang setiap hari harus pulang pergi melewati Jalan Cihampelas maka adanya proyek jalan ini dan itu kadang bikin kesal juga karena pasti rute angkot berubah yang berujung pada kemacetan.

Sudah dapat dibayangkan kan bagaimana macetnya Jalan Cihampelas semenjak pembangunan Sky-Walk ini. Sejak itu aku sangat menghindari lewat Jalan Cihampelas. Alhamdulillah untuk berangkat ke tempatku mengajar masih bisa dilalui tanpa lewat jalan ini tapi saat pulangnya enggak ada jalan lain, mau enggak mau harus lewat Jalan Cihampelas dan kemacetannya. Tapi hari Sabtu kemarin, aku dan temanku Vivi berencana untuk nonton Fantastic Beast di BEC Mall. Karena janjian jam 11 siang akhirnya aku pergi dari kosan sekitar jam 10an dan akhirnya mau-gak-mau harus lewat Jalan Cihampelas karena angkot yang lewat BEC (angkot Kalapa) rutenya pasti lewat Jalan Cihampelas, Ah enggak apa-apa deh toh masih pagi Jalan Cihampelas pasti enggak akan macet pikirku saat memutuskan naik angkot Kalapa padahal sebenernya bisa aja menghindari Jalan Cihampelas (naik angkot Margahayu) meskipun nanti harus jalan sedikit dari perempatan Purnawarman ke BEC Mall.

Ternyata dugaanku salah, Cihampelas macet banget. Butuh waktu setengah jam untuk bergerak sekitar 500 meter aja. Mungkin karena hari Sabtu juga sih ya. Saat itu angkot yang kunaiki enggak terlalu penuh, cuma ada 4 orang dengan supir seorang kakek-kakek kurus. Sambil nunggu macet, panas, dan bising klakson, kakek supir tetap diam enggak mengeluh. Bawa mobilnya juga enak, enggak terobos-terobos ngasal. Seketika jadi empati sama supirnya, kebayang enggak sih capeknya nyetir Kalapa-Ledeng karena kakeknya udah tua, harus lewat Jalan Cihampelas yang selalu macet all the time, bensin yang pasti butuh lebih banyak tapi justru penumpang yang seadanya. Jadi mikir apa kakek ini dapat untung yang cukup dari pekerjaannya?

Disaat lagi empati sama si kakeknya, tiba-tiba ada 2 orang ibu dan anak perempuannya naik angkot. Mereka naik di depan R.S Advent dan sepertinya mau ke Ciwalk. Jarak Advent-Ciwalk yang sangat enggak jauh emang sebenarnya bisa dilewati cuma 1 menitan dan cukup dengan ongkos 2 ribu rupiah/orangnya. Tapi siang itu perjalanan yang seharusnya cuma 1 menit menjadi setengah jam. Sedihnya, saat ibu dan anak itu turun di Ciwalk mereka bayar 5 ribu dan si Ibu minta kembalian. Padahal dengan lihat kondisi jalanan Cihampelas yang super macet, enggak akan rugi kalau kita kasih uang lebih ke supir. Terus ternyata kakek supirnya bilang enggak ada seribuan. Si ibu enggak bilang apa-apa, malah tetep nunggu kakeknya ngasih uang seribu, akhirnya karena emang enggak ada uang seribu, si kakek tanpa nego dan ikhlas ngasih kembalian 2000 ke si Ibu. Setelahnya pun si kakek enggak ngedumel. Jadi si ibu dan anaknya itu cuma bayar 3000 aja berdua untuk perjalanan setengah jam itu. Sedih. Sedih banget lihatnya. Kok ada ya orang yang setega itu, enggak mau ngelebihin rezeki ke orang yang mungkin kelihatannya lebih butuh dibanding kita. Uang seribu enggak akan bikin kita jadi miskin kan, pikirku.

Aku emang bisa jadi super sensitif kalau masalah lihat orang tua yang masih harus bekerja keras banting tulang dengan pekerjaan yang enggak seberapa. Dan terbukti dengan kejadian siang itu, berhasil buatku jadi kesal dengan ibu dan anaknya itu, padahal mereka terlihat seperti orang yang sangat berada. Tapi mungkin ini memang urusan kepekaan ya, enggak semua orang punya empati yang sama meskipun mereka diberikan kelebihan rezeki. Begitupun mungkin si kakek, mungkin si kakek percaya kalau rezeki sudah ada yang mengatur, jadi enggak masalah untuk urusan ongkos yang dibayar oleh penumpangnya.

Dari cerita perjalananku melewati proyek Sky Walk Cihampelas itu ada hikmahnya. Memang kepekaan itu harus dibentuk. Hablumminnas itu harus dibiasakan. Di keluargaku mama dan bapak selalu mengajari bahwa jangan sampai bayar ongkos angkot kurang, enggak apa-apa lebih daripada kurang karena kalau kurang bisa jadi dzalim. Aku sering lihat mama atau bapak beli makanan atau barang yang dijual oleh kakek-kakek atau nenek-nenek yang keliling komplek rumah. Padahal mama enggak terlalu butuh barangnya atau enggak terlalu mau makanannya, tapi mama bilang, enggak apa-apa kita kan ada rezeki lebih, kalau kita beli dagangan mereka, mereka pasti makin semangat cari rezekinya. Dan aku yakin kenapa aku bisa sangat begitu kesal dengan kejadian si ibu dan anaknya pada kakek supir angkot itu.

Sejak itu aku merasa sangat beruntung menjadi salah satu anak yang dibentuk dengan kebiasaan yang baik oleh mama dan bapak. Bahwa rezeki itu harus dibagi untuk yang membutuhkan, bahwa rezeki yang dibagi itu enggak akan pernah berkurang, bahwa kemudahan akan datang jika kita memudahkan orang lain. Akhirnya, aku berjanji untuk membiasakan hal yang sama untuk anak-anakku nanti. Saling berbagi.

Comments

Popular posts from this blog

1

Jangan sombong, banyakin bersyukur

sahabat kakak