Posts

Showing posts from 2018

Being insane

People said, just forget it, let it go. For some cases that (actually) deeply broke your heart into pieces. For everything doesn't matter in the future, that already goes wrong, please, don't waste your time. Again to another wise words: because someday it will all make sense however absurd or painful things are right now. It's just that simple. Oh. But we, as human. Just being a human, a vulnerable species. We cried. Being a miserable. Forget about those wise words. However to forget and to let it go, it's not that easy, right? So perhaps it's okay, you may cry... Dwell it. but again, if it doesn't even make a change, does it better to just let it go honey? "But perhaps you hate a thing and it is good for you,  and perhaps you love a thing and it's bad for you.  And Allah knows, while you know not." (Q.S 2:216) To be in the feeling of being rejected, again and again. The feeling is just the same. It's so hard to just

A Heart-warming Conversation

So last night, me and my friend was having a serious yet heart-warming conversation. As usual, our long life-updates always begin when she replied to my IG story lol. And then the story of her begin as well. To get started, let me tell you a story how I met this very down-to-earth girl I ever known. Actually, the first time I met her just like a common story of how a campus-friend met. Since 2010. Even though we were in different class but luckily we could joined Mrs. Diana international class and chose the same PPL place! (Thank you Tha, for managing my ppl administration when I was sick back then, I believe it was not even an accidental. It was a fate that make us finally teamed up hehe). Since then, we were so close each other. For the similarity of interest in many things, we feel that we are in the same circle. I told her about my story, like almost everything, my family, my love life, my dream, my so boring skripsi life, the books I read, the song I like, and so did she. 

Tentang Sebuah Postingan

Sejak follow Instagramnya kak @ratu_anandita dan melihat stories-nya, aku seperti mendapatkan tamparan. Betapa selama ini semua postingan dan stories-ku enggak bermanfaat. Tipe-tipe daily life yang sebenarnya sangat enggak penting untuk diketahui orang lain. Akhirnya sejak merasa tertampar itu, kuputuskan untuk sangat berhati-hati dalam membagikan sesuatu di media sosial. Beberapa kali, ku urungkan niat untuk membagi momen tertentu. Sesimpel aku udah enggak pernah lagi sharing makanan karena ku pikir kalau ada yang jadi ngidam gimana? Atau karena ku pikir postingan ini enggak akan ngaruh apa-apa. Makanya sejak itu, aku sangat jarang update mengenai kegiatanku, pergi kemana, dengan siapa, makan apa. Ya ku pikir, who’s care gitu? Untungnya memang dari dulu, aku bukan tipe yang suka membagikan semua momen kehidupanku, bahkan momen bersama keluarga atau pacar sekalipun! Aku pikir, ya momen itu biar aku saja yang tahu. Apalagi tentang keluarga yang menurutku sangat sangat privasi. Jadi sa

Life is randomly beautiful

Been in frustrated feeling for these past two months after d addy was hospitalized,  being rejected in my dream job,  broken hearted with someone while mommy with her "mau dikenalin sama yang 'ini' aja enggak?" more and more (padahal aku maunya sama dia) , uncertainty resign planning, and all anxiety feeling that could ruin my day like almost everyday ! Parah sih dua bulan ini berasa berat banget. Rasanya enggak karuan dan sedih terus. Ngajar enggak semangat, kepikiran sana sini, capek hati capek pikiran. Padahal solat dan ngaji jalan terus tapi mungkin emang enggak khusyuk. Terus mikir, waah ini ada yang enggak beres sama hidup yang sekarang nih . Ini kenapa. Ini harus gimana? Akhirnya berusaha nyari jawaban dan solusi sendiri. Tiap solat berusaha minta ke Allah supaya dikasih petunjuk. Sampai akhirnya suatu hari diajakin ikutan kajian muslimah sama temen kerja. Ngebelain pulang ke kosan lebih malam dari biasanya. Tapi bikin bahagia dan tenang banget. Kajian pertam

Life is full of blessing

In the middle of quarter life crisis , aku tahu segitu gak enaknya untuk dilalui. Bawaannya insecure , merasa enggak puas dengan pencapaian yang udah didapat, yang ujung-ujungnya jadi menurunkan rasa percaya diri. Semuanya pasti merasakan fase kehidupan ini kan? Aku? Masih ngerasain loh karena emang masih di posisi usia kuarter dengan segala mimpi dan ambisi. Meskipun pada akhirnya hingga detik ini, kita sendiri tau bahwa ada mimpi dan ambisi yang belum bisa dicapai. Tapi sadar ataupun tidak, inilah mungkin kesalahan para millenials yang sedang berada di fase krisisnya, yaitu terlalu berfokus pada hal yang tidak miliki dibandingkan dengan hal-hal lain yang sudah berhasil dicapai, yang justru lebih banyak. Beberapa hari lalu, aku membuka kembali archieves blog ini. I jumped to my old post around 2010 to 2014. Ada beberapa posts yang disitu aku bercerita mengenai mimpi-mimpi yang sangat ingin aku capai. Salah satunya post yang ini . Aku sempatkan juga membaca diary pribadi saat ma
Memang semua hal harus dinikmati, dinikmati setiap prosesnya. Tapi beberapa hal, ada yang perlu diperjuangkan. Kalau memang penting Kalau memang mau. -NKCTHI

Karena enggak ada yang enggak mungkin

Beberapa hari ini Indonesia sedang berbahagia karena salah satu atletnya, Lalu Muhammad Zohri memenangi kejuaraan sprint tingkat dunia. Yang tadinya tidak tau menahu siapa Zohri pun jadi mengenalnya. Seorang siswa SMA yatim piatu yang berasal dari keluarga sederhana di Nusa Tenggara Barat. Aku sempat membaca beberapa artikel dan thread di Twitter yang menceritakan bagaimana perjuangan Zohri hingga bisa menjadi juara dunia. Enggak gampang sudah pasti. Dengan segala keterbatasannya namun Zohri tetap mau berusaha keras. Demi membuat orangtua dan keluarganya bangga. Indonesia pun bangga. Aku pun merasa sangat bangga pada Zohri dan anak muda lain yang juga mau berjuang keras layaknya Zohri. Padahal mereka tidak memiliki social privilege . Pernah dengar? Yaitu suatu keadaan yang cukup atau bahkan berlebih yang memang sudah pasti dimiliki secara cuma-cuma. Seperti misalnya ada anak yang bisa kuliah ke luar negeri. Ya wajar bisa karena dia memiliki social privilege itu. Orangtua kaya y

Living As A Teacher

Tahun 2018 ini Alhamdulillah sudah tiga tahun menjadi seorang guru. Enggak semuanya bikin bahagia, enggak juga semuanya bikin sedih. Namanya juga hidup kan ya. Tapi tetep terus dijalani karena inilah yang sudah dipilih. Seru enggak sih jadi guru? Kalau ditanya ini, aku langsung jawab: SERU. Ini beneran. Aku yang dulu enggak minat sama sekali jadi guru, masuk kuliah pendidikan aja karena disuruh mama, sekarang bisa jatuh cinta dengan profesi mengajar.  Kenapa bisa jatuh cinta? Karena ternyata seseru ini loh jadi guru. Bertemu siswa-siswa yang menginspirasi. Bertemu mereka tiap hari dengan segala canda tawanya dan dengan segala kehidupan mereka yang membuatku banyak belajar. Belajar memahami, belajar menghargai, belajar ikhlas, belajar untuk selalu menjadi manusia paling bersemangat apapun kondisinya, dan yang paling terasah adalah belajar sabar.  Begitu banyak hal yang berkembang dari diri ini setelah menjalani hari-hari sebagai guru. Selalu muluskah? Enggak juga. Banyak kok go

Ada Yang Terlupakan

Suatu malam di bulan Ramadhan kemarin, setelah selesai tilawah, aku duduk di sofa ruang tengah dengan masih bermukena dan masih pegang Al Quran. Ada mama disitu lagi duduk juga. Rencananya mau baca terjemahan dari surat Al Fath yang emang baru aja selesai dibaca. Aku penasaran dengan terjemahan surat ini karena beberapa bulan yang lalu mama pernah bilang kalau ingin cepat naik haji bisa dengan menghafal surat Al Fath. Arti surat ini “kemenangan” dan setelah ku baca terjemahannya ternyata isinya ada mengenai perjanjian Hudaibiyah. Terus karena ada mama disitu aku pun tanya. “emang perjanjian Hudaibiyah itu tentang apa sih, Mah? Ini sampai ada di Al Quran.” Aku dulu sering dengar cerita tentang perjanjian Hudaibiyah ini apalagi saat SMA belajar sejarah Islam tapi itu delapan tahun lalu. Sekarang lupa. Dan Mama pun lupa.  Akhirnya mama bawakan buku Sirah Nabawiyah. Aku disuruh baca. Agak lama karena cerita mengenai perjanjian Hudaibiyah ini lumayan panjang. Setelah ku baca ternyata p

We life, we learn

Tulisan ini terinspirasi dari what was happening to one of influencer, Gitasav, few days ago. At first I didn’t know anything till some of my friend on twitter blowed it up and even made a thread. So i was curious. I spent on everything related to those two. I read Gita’s post on blogspot, even I listened to her speaking on her ig story. And of course I wouldn’t forget to read what’s on Helmi’s.  I guess you all know what happen ya so I won’t tell who is Helmi and even Tristan.  After knowing what happened so I guess it was only the power of social media which makes everything worse . Saat tau masalah mereka, aku merasa “Wah bisa sejauh ini ya”. Both of them makes it more complicated juga sih. Oke I know, Gita is one of popular and powerful influencer who got a sexual harassment yang memang sangat tidak sopan untuk diucapkan. Gita tried to speak up , dia mengutarakan kebenaran bahwa sebagai perempuan jangan hanya diam saja saat dapat (even if only) a text that contains sexua

Literally a basic manner?

Kita tau kehidupan ini enggak akan bisa dilalui sendirian. Sekaya dan sepintar apapun kamu pasti selalu ada hal-hal yang enggak akan bisa kamu handle sendiri. Terutama di  rush hours, kita enggak mungkin bisa ngerjain banyak pekerjaan satu waktu padahal semuanya harus selesai   Kalau sudah begini? Pasti meminta bantuan orang lain. Well , aku mau cerita dikit, jujur, aku orangnya sangat enggak enakan. Bahkan untuk minta bantuan orang lain aja sangat enggak enakan. Kalo emang sekiranya masih bisa dikerjakan sendiri yaaa kerjakan sendiri dulu. Karena dengan begitu aku merasa bebas, enggak ada hutang budi kepada seseorang.  Mungkin ini semua karena didikan yang orangtuaku berikan. Orangtuaku yang memang selalu hidup mandiri, jauh dari keluarga besar selepas mereka menikah otomatis bikin mereka lebih independent dibanding saudara-saudaranya yang lain. Inilah juga yang akhirnya terjadi padaku. Hingga akhirnya menjadikanku orang yang sangat sungkan untuk meminta tolong. Kalaupun memang

Donor Darah di Bandung

Rencana donor darah dari sebulan yang lalu akhirnya bisa terlaksana hari itu. Itupun hasil memaksa diri sehabis ngajar. Dari pagi sebenernya enggak diniatin tapi pas selesai ngajar yang emang jadwal hari Sabtu itu selalu pulang 2 jam lebih cepet jadi kepikiran ingin donor darah daripada ditunda-tunda nanti mager lagi. Ini aja udah telat sebulan dari jadwal normal untuk donor darah (3 bulan sekali). Akhirnya pulang ngajar pun pergi ke PMI Kota Bandung di Jalan Aceh. Ekspektasinya sih PMI Kota Bandung biasa aja, bakal sepi, dan enggak akan terlalu lama nunggu kayak pas donor darah pertama di PMI Rangkasbitung. Pas nyampe sanaaaa, gila sih itu PMI Kota Bandung udah kaya rumah sakit. Gede banget haha. Terus pas masuk ke gedung donor darah udah banyak banget orang yang mau donor. Mungkin karena sore hari di hari Sabtu. Mikir deh tuh apa cancel aja ya soalnya pasti lama banget nunggunya. Tapi tanggung juga karena udah sampai PMI. Akhirnya registrasi dulu deh. Aku ditanya udah pernah do