Favorite Mistake

Sudah tiba di 2016 ya. Benar-benar waktu selalu bisa membunuh setiap penggunanya dengan perlahan, hingga tidak pernah ada yang tersadar. Apalagi mereka selalu memberikan kebebasan untuk kita. Kebebasan untuk memilih dengan siapa dan untuk apa kita menghabiskannya, menikmatinya.

Saya tahu bahwa konsepsi waktu itu hanya dibuat oleh manusia. Tidak ada teori Tuhan yang bicara soal waktu berakhir dan dimulai, kapan waktu berganti. Dalam hitungan-Nya hanya ada waktu lahir dan waktu meninggalkan dunia saja bukan? Namun tidak demikian dengan manusia, perpindahan hari, bulan, tahun, dan umur selalu memiliki esensinya tersendiri. Pemaknaan yang didasari berdasarkan semua hal yang sudah dilakukan. Begitupun dengan perjalanan 366 hari ke belakang. Saat tahun berganti 2015 menjadi 2016.

Kalau saya diminta untuk mengungkapkan kesan 2015, maka saya akan mengatakan 2015 adalah kamu. Banyak sekali yang sudah saya lalui di 2015, rasa syukur untuk semua pencapaian, kesehatan, nikmat iman, dan rezeki yang tidak henti-hentinya diberikan semuanya beriringan dengan munculnya satu kesalahan. Kesalahan yang bahkan tidak saya sadari. Kesalahan perasaan yang sudah terlalu memuncak lalu enggan untuk turun. Kesalahan itu akhirnya berkumpul di posisi yang sama, sepanjang tahun, hingga akhirnya terasa jenuh, dan mau tidak mau memaksa untuk diperbaiki. Dari situlah kesadaran bermula, saat tidak ada lagi yang bisa dilakukan kecuali mengakui kesalahan lalu berdamai dengan diri sendiri. 

Butuh waktu yang tidak sebentar untuk dapat berdamai dan meyakinkan hati bahwa kesalahan tersebut adalah kesalahan yang seharusnya tidak pernah terjadi. Itulah cara Allah mengajari hamba-Nya, penuh dengan ketegasan dan keromantisan yang dibalut dengan a meaningful discovery way. Semuanya karena Allah ingin kita belajar, Allah ingin kita menyadarinya sendiri. 

Saya tidak menyalahkan siapapun dalam kesalahan ini, tidak menyalahkannya, tidak juga menjadikan kesalahan ini menjadi kesimpulan untuk tahun 2015. Saya bersyukur, dengan saya mengenalnya, melalui semuanya, saya menjadi tahu akan kesalahan ini. Hingga akhirnya saya mengakui bahwa semua ini terjadi karena adanya perasaan naif untuk mengakuinya sebagai kesalahan. Saya terlalu nyaman dengan semua perasaan bias ini.  

Namun begitulah, semua yang sudah terjadi ini begitu berharga untuk dilupakan. Ini akan menjadi pengalaman dan pelajaran istimewa bukan? Maka dari itu, terimakasih untuk semua yang sudah terjadi. Tak terhingga. Hingga saya hanya bisa menyelipkan kata maaf di setiap ruang yang kau biarkan tersisa saja. Dibalik semua hitam putihnya kesalahan, semuanya sungguh sangat berkesan untuk menjadi anagram kehidupan dalam proses menuju pendewasaan ini. 

and for you,
you might've been my favorite mistake

thank you, 

love.

Comments

Popular posts from this blog

a month remaining to 21

1

Dear Friend...