#DAY16 Something you always think “What if...” about

Maybe it’s not something i always think about, but to think about it i used to be grateful all the time, for the time i spent, for the sacrifice i had, and for everything i have till now. Something be like....”Gimana kalau dulu gue sekolah di sekolah negeri biasa, enggak sekolah di islamic boarding school?

Pikiran itu tiba-tiba keluar saat saya menjadi pre-service teacher di salah satu SMA favorit di Kota Bandung. Saat itu saya melihat murid-murid saya sangat ceria bermain dan belajar di depan kelas mereka, di koridor sekolah, atau kantin, pulang sekolah berjalan bersama dengan teman laki-laki dan perempuan, tertawa-tawa saling mengejek, pergi bimbel bersama dan membuat janji setelahnya untuk pergi ke cafe ternama. Pemandangan yang sangat natural dilakukan bagi anak seusia mereka di sekolah. Beberapa ada pula yang memadu cinta berjalan berpegangan tangan sepulang sekolah atau sekadar makan siang bersama. Saat itu saya hanya bisa tersenyum. Begitu indah ya masa SMA mereka, bebas melakukan apapun. Saat itu timbul pikiran meracau, coba dulu saya pun bersekolah di sekolah negeri biasa... Pasti punya lebih banyak teman (you know, i only have 60 friends in my batch), bisa bermain selepas sekolah tanpa harus kembali ke kelas untuk kelas asrama, bisa mengeceng siapapun tanpa ada rasa takut ketahuan, atau mungkin bisa lebih menikmati masa SMA yang kata banyak orang masa yang paling menyenangkan (?)

Tapi ternyata dibalik apa yang tidak saya dapatkan, masih banyak nilai-nilai lain yang justru tidak akan saya dapatkan jika saya bersekolah di sekolah reguler. Kalau saya tidak bersekolah di boarding school entahlah bagaimana kemampuan membaca Al Quran saya, hafalan suratnya, ilmu-ilmu agama saya sekarang. Mungkin tidak akan ada peningkatkan dari level anak SMP. Lalu beranjak pada semua pengalaman tak terlupakan di sepanjang 3 tahun bersekolah di sekolah yang sangat menjunjung tinggi kedisiplinan, terbiasa dengan kerasnya kehidupan sehari-hari yang jauh dari rumah dan orangtua, self of belonging akan segala sesuatu yang dimiliki sendiri maupun yang dimiliki bersama, respecting to an old (secara dulu satu kamar dengan kakak kelas) and how to be a role model for juniors, menjadi mandiri, hemat, caring to others, being a multitasker, and have a passion of life. Belum lagi kewajiban berbahasa inggris dan arab untuk daily conversation di sekolah itu yang berhasil membuat saya kini tidak punya kesulitan berarti ketika berhadapan dengan bahasa-bahasa itu. Semuanya mengajarkan saya akan miniatur kehidupan yang sesungguhnya dan bagaimana seharusnya menjadi manusia yang seimbang antara intelektual, emosional, dan spiritual yang mungkin jika dijelaskan satu per satu disini tidak akan cukup.

Kalau saja saya tidak bersekolah di sekolah boarding school itu saya tidak menjamin saya akan menjadi saya yang sekarang, yang alhamdulillah menjadi seseorang yang memang saya inginkan meski masih jauh dari kata sempurna. Gemblengan selama 3 tahun di sekolah itu membuat saya membuka pikiran bahwa menjadi orang pintar dan prestasi gemilang saya sia-sia tanpa akhlaqul karimah. Betapa kuantitas teman itu menjadi sangat tidak penting ketika justru teman seperjuangan dulu yang sedikit itulah yang paling berkesan dan memberikan banyak kenyamanan hingga sekarang. Dan hingga akhirnya sekarang berhasil membuat saya memiliki cita-cita, “Nanti kalau punya anak, laki-laki ataupun perempuan harus disekolahkan di sekolah islamic based, boarding atau hanya full day school.” Bukan untuk apa-apa tapi demi membekali tidak hanya ilmu dunia saja tapi juga ilmu akhirat untuk anak-anak saya. Saya sudah membuktikan bahwa sekolah islamic boarding itu banyak berperan tidak hanya untuk membentuk kecerdasan tapi juga membentuk karakter. Itu yang saya lihat dan rasakan sendiri. Melihat betapa teman-teman saat saya SMA sangat berbeda dengan teman-teman saya yang lainnya, mereka yang sangat mencintai dan menghormati orangtuanya, selalu berusaha sekuat tenaga untuk apapun yang sedang mereka jalani, selalu menjalin silaturahmi dengan cara yang sangat menyenangkan sejauh apapun tempatnya sesempit apapun waktunya, selalu membuat saya terkagum-kagum dengan pola pikir dan cita-cita besar mereka, dan yang selalu mengajarkan bahwa bagaimanapun hebatnya kita yang terpenting adalah sikap sederhananya. 

Lalu adakah alasan lain yang bisa membuat saya tidak bersyukur atas segala yang telah saya jalani selama ini? Memiliki masa SMA yang penuh perjuangan dan teman-teman yang lovable cukup membuat saya berpikir “Bagaimana jika seandainya saya tidak bersekolah di sekolah boarding school?” All the answer maybe were not that interesting and precious.

Tiba-tiba ingin attach foto Gunung Karang. Di sekolah mana coba gunung jadi background pemandangan dan ilalang bisa dilihat setiap harinya? Cuma di Cahaya Madani Banten Boarding School

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

1

Jangan sombong, banyakin bersyukur

sahabat kakak