blaming to the max
seketika cuma bisa liatin mention yang dikasih sama Dinda malam itu untuk kita semua, Children Project Team. dia bilang makasih dan kangen, juga terimakasih sudah mewarnai. wordless. speechless. bingung harus bagaimana. ngerasa banyak bersalah banget sama Dinda dkk. awal-awal project saya semangat banget sampe akhirnya harus banyak istirahat gara-gara sinus meradang. sakitnya saya ini gak begitu saya ceritakan sama team, termasuk Dinda dan itu yang ngebuat saya semakin merasa bersalah. saya cuma cerita sama Nada dan Kak Dwi. Tanto SMS pun gak saya jawab. terlalu banyak ketidaknyamanan sekarang.
saya kecewa dengan diri saya sendiri, padahal kalo dari dulu saya bilang resign ke team ujung-ujungnya gak akan seperti ini. kalo dari awal saya jujur gak akan bisa involve sama sekali karena harus banyak-banyak istirahat pasti gak akan kaya gini. dan sekarang cuma tertinggal perasaan bersalah. entah harus dimulai dari mana untuk bisa memperbaiki hubungan dengan mereka. mereka yang sebelumnya menjadi warna sekarang sedikit demi sedikit warnanya memudar, bukan karena pewarnanya yang KW tapi karena yang memiliki warna itu menghapusnya perlahan.
padahal Dinda baik banget, tulus, dan mungkin berharap banyak dengan keberadaan saya di team. saya masih inget pas awal meeting dia bilang gini, "Ca aku seneng banget kamu take role di team aku, aku lega gitu jadinya." dan masih inget banget pas Dinda decide untuk resign sampe akhirnya gak jadi karena salah satunya Dinda bilang gini, "Waktu itu aku pernah janji sama Caca, saat Caca pengen di program tapi aku suruh jadi finance aku janji bakal bantuin Caca." padahal sekarang saya malah jadi backstabber. orang lain bertahan karena diri sendiri, eh diri sendiri malah lancang keluar gak bertanggung jawab. inget juga saat Kak Dwi bicara, UCUPI itu selalu pakai hati, se-demot-demotnya UCUPI pasti gak akan lost begitu aja, mereka pasti balik lagi ke project
saya bukannya memberikan excuse itu omongan Kak Dwi itu, jujur saya ingin sekali back to project saat itu tapi beberapa consideration yang gak bisa saya sebutin disini bikin saya tarik lagi keinginan saya. saat itu saya bukan demot, tapi karena keadaan yang membuat saya gak bisa involve. katanya jangan kaah sama keadaan? iya tau tapi saat itu keadaannya sedang benar-benar tidak kondusif, daripada dipaksakan tapi nanti semuanya jadi berantakan kan. toh hidup ini memang pilihan, kita bebas menentukan pilihan yang baik menurut kita kan?
intinya sekarang saya hanya bisa blame my self, kecewa sama diri sendiri dengan ketidakjujurannya pada teman sendiri. semua jarkom cuma dibaca, nothing with confirmation. padahal sebelum-belumnya saya orang yang gak pernah seperti ini. gak tau nanti harus gimana kalo di jalan atau di kampus misalkan ketemu Fatin, Angga, Tanto, Laras, dan Dinda harus basa-basi gimana, harus nyapa gimana aaaaaaa apalagi buat junior kan senior ini udah ngasih contoh yang gak baik banget untuk running sebuah project.
when the heart is changing, does our life will be infected?
saya kecewa dengan diri saya sendiri, padahal kalo dari dulu saya bilang resign ke team ujung-ujungnya gak akan seperti ini. kalo dari awal saya jujur gak akan bisa involve sama sekali karena harus banyak-banyak istirahat pasti gak akan kaya gini. dan sekarang cuma tertinggal perasaan bersalah. entah harus dimulai dari mana untuk bisa memperbaiki hubungan dengan mereka. mereka yang sebelumnya menjadi warna sekarang sedikit demi sedikit warnanya memudar, bukan karena pewarnanya yang KW tapi karena yang memiliki warna itu menghapusnya perlahan.
padahal Dinda baik banget, tulus, dan mungkin berharap banyak dengan keberadaan saya di team. saya masih inget pas awal meeting dia bilang gini, "Ca aku seneng banget kamu take role di team aku, aku lega gitu jadinya." dan masih inget banget pas Dinda decide untuk resign sampe akhirnya gak jadi karena salah satunya Dinda bilang gini, "Waktu itu aku pernah janji sama Caca, saat Caca pengen di program tapi aku suruh jadi finance aku janji bakal bantuin Caca." padahal sekarang saya malah jadi backstabber. orang lain bertahan karena diri sendiri, eh diri sendiri malah lancang keluar gak bertanggung jawab. inget juga saat Kak Dwi bicara, UCUPI itu selalu pakai hati, se-demot-demotnya UCUPI pasti gak akan lost begitu aja, mereka pasti balik lagi ke project
saya bukannya memberikan excuse itu omongan Kak Dwi itu, jujur saya ingin sekali back to project saat itu tapi beberapa consideration yang gak bisa saya sebutin disini bikin saya tarik lagi keinginan saya. saat itu saya bukan demot, tapi karena keadaan yang membuat saya gak bisa involve. katanya jangan kaah sama keadaan? iya tau tapi saat itu keadaannya sedang benar-benar tidak kondusif, daripada dipaksakan tapi nanti semuanya jadi berantakan kan. toh hidup ini memang pilihan, kita bebas menentukan pilihan yang baik menurut kita kan?
intinya sekarang saya hanya bisa blame my self, kecewa sama diri sendiri dengan ketidakjujurannya pada teman sendiri. semua jarkom cuma dibaca, nothing with confirmation. padahal sebelum-belumnya saya orang yang gak pernah seperti ini. gak tau nanti harus gimana kalo di jalan atau di kampus misalkan ketemu Fatin, Angga, Tanto, Laras, dan Dinda harus basa-basi gimana, harus nyapa gimana aaaaaaa apalagi buat junior kan senior ini udah ngasih contoh yang gak baik banget untuk running sebuah project.
when the heart is changing, does our life will be infected?
Comments
Post a Comment