#DAY8 Your Opinion about Being Perfect and Being Better

And say hello to my 30dayschallenge! Hahahaha maaf nih ya sempet off main challenge kemarin-kemarin karena lagi memperbaiki pola ibadah di awal-awal puasa *pret* enggak sih sebenernya karena lagi enggak mood nulis dengan tema tertentu gitu (ya gini sih kalau anaknya bosenan) (padahal baru day 8). Tapi karena udah take a challenge ya mau gak mau harus diselesaikan. Oh ya sebenernya, day 8 itu challenge-nya What you ate today tapi menurutku agak kurang nantang. Jadi beberapa hari ke belakang itu aku bikin tweet untuk menyilakan teman-teman yang punya ide untuk mengganti challenge menulis day 8, yang mau nantang aku untuk nulis sesuatu. Dan akhirnya teman SMA-ku Esthi yang (the one and only) ngasih tantangan ini. Agak berat sih ya tantangannya –nantangin sih haha tapi ya akan kucoba.

Being perfect menurut saya adalah hal yang enggak mungkin terjadi pada siapapun karena kesempurnaan itu ya hanya Allah swt yang punya. Tapi mungkin being perfect disini lebih kepada tendensi setiap orang untuk menjadi perfect. Ya siapa sih yang enggak mau orang yang perfect? Tapi maaf aja nih saya sih termasuk yang enggak mau jadi orang perfect. Seperti yang pernah saya baca di salah satu artikel bahwa being perfect is an enemy of being good. Namanya manusia, kalau sudah sempurna pasti ada kecenderungan untuk enggak akan lagi mau usaha, enggak mau lagi mencoba, enggak mau lagi dengar apa kata orang lain, enggak mau berbuat baik lagi. Makanya disini Allah enggak mau menciptakan manusia yang sempurna. Toh Rasulallah juga punya kekurangan meski kekurangan itu selalu bisa Allah jaga. Egosentris yang mungkin akan dimiliki oleh being perfect inilah yang akhirnya membuat orang yang perfeksionis lebih dipandang negatif. Orang perfeksionis dianggap enggak fleksibel dan kadang menimbulkan ancaman pada suatu team. Untuk being perfectionist sendiri saya punya pendapat tersendiri, menjadi seorang perfeksionis sendiri bisa jadi hal yang baik dan buruk. Baiknya karena hampir semua urusannya akan dia kerjakan semaksimal mungkin, namun sedihnya jika hal terbaik yang ingin dia capai itu ternyata meleset dari rencana maka yang berbahaya, orang perfeksionis akan mengalami kesedihan yang cukup dalam. Belum lagi anggapan orang sekitar yang mengganggap orang perfeksionis itu adalah orang yang berlebihan. Padahal konteksnya, sudah jadi keharusan bagi siapapun untuk berusaha melakukan yang terbaik untuk apapun itu. Namun berusaha melakukan yang terbaik disini harus juga diikuti oleh tawakal atau berserah pada Sang Perencana. Do the best and let Allah do the rest, seperti yang sering kita dengar. Jadi intinya, benar seperti artikel yang saya baca bahwa being perfect is the enemy of being good. Proses untuk menjadi yang baik justru tidak dinikmati karena terlalu fokus pada pencapaian how to be a perfect one, padahal hakikatnya tidak ada manusia yang sempurna kan?

Jika memang enggak ada manusia yang sempurna maka yang bisa kita lakukan hanya being a better of ourselves. Being a better menunjukan bahwa kita mau berubah untuk jadi pribadi yang lebih baik, bisa belajar dari kesalahan sebelumnya, belajar dari apa yang sudah kita alami sebelumnya, take a lesson of everything and moving forward through life. Jika hal ini jadi pegangan hidup maka sudah selayaknya kehidupan kita akan terus menjadi baik dan lebih baik tidak hanya untuk memimpikan bagaimana untuk menjadi yang sempurna. Dari sini, maka terlihat bahwa being a better person is more reasonable to live in. Hanya saja yang harus jadi penekanan disini, being better itu patokannya ya diri kita sendiri, bukan diri orang lain. Karena jika patokannya itu orang lain, bukan kehidupan yang lebih baik yang didapat tapi justru bisa sebaliknya. 

Then, yawning. Already 12AM by the way

Haha oke deh itu aja mungkin pendapatku. Semoga kita bisa menjadi orang terus memperbaiki diri, dalam urusan apapun. Amin.

Comments

Popular posts from this blog

a month remaining to 21

1

Dear Friend...