Being at Home
Dulu saat masih SMA atau kuliah dimana sangat jarang bisa tinggal di rumah, being at home adalah suatu moment berharga yang enggak bisa dilewatkan. Tolak ukur being at home seketika menjadi momen untuk bersantai-santai dan menghabiskan waktu berkualitas untuk keluarga. Di rumah itu sama dengan liburan. Seperti itu. Tapi itu dulu. Sekarang tidak bisa lagi seperti itu. Being at home masih menjadi suatu kenikmatan sendiri sebenarnya, dikelilingi keluarga yang melindungi dan selalu ada untuk mendengarkan itu mengasyikan. Hanya saja, titel menghalangi 'keasyikan' itu. Sudah sarjana kok masih di rumah saja? Sekarang sibuk apa? Sudah kerja dimana? Pertanyaan seperti itu yang sungguh sangat mengganggu kenikmatan bisa berada di rumah dalam waktu yang lumayan lama.
Bagi saya pertanyaan itu sangat mengganggu, setidaknya sebagai anak ada keinginan kan untuk mandiri dan tidak bergantung lagi pada orangtuanya. Meskipun disisi lain orangtua saya tidak berkeberatan jika sampai saat ini saya hanya di rumah sementara teman-teman saya yang lain mungkin sudah mulai mengajar. Namun satu hal yang pasti sebenarnya di dunia ini tidak pernah ada kegiatan yang sia-sia jika kita menggunakannya dengan sungguh-sungguh even it just being at home. Banyak hal yang menurut saya sama pentingnya berada di rumah dibanding saat ini saya sibuk mencari uang. Ini bukan sama sekali excuse saya karena belum mencoba apply pekerjaan, ini hanya berpendapat bahwa semuanya itu indah jika kita pandai bersyukur. Kenyataannya ini sudah H-1 bulan pasca wisuda tapi status saya masih 'pengangguran', itu ya harus dinikmati. Ini sudah jalan yang saya ambil bahwa memutuskan untuk kuliah lagi dan menunda bekerja untuk menyesuaikan waktu dan tempat S2 terlebih dahulu. Oleh karena itu hingga paling lambat 1 bulan ke depan (hingga pengumuman penerimaan S2) insya Allah saya stay di rumah.
Being at home saat ini bagi saya yang sejak 8 tahun lalu bersekolah di luar kota, -yang jika ditakdirkan untuk bersekolah lagi maka genap 10 tahun, menjadikan suatu keasingan tersendiri. Di usia cukup matang untuk berkeluarga ini tidak bisa being at home saya jadikan suatu liburan. Mama sudah semakin tua, tenaganya sudah berkurang, begitu pun bapak. Tidak bisa terus-menerus saya yang mengharapkan pelayanan mereka, justru sekarang sebaliknya. Saya yang harus sebisa mungkin meringankan beban mereka, jika belum bisa meringankan dengan materi maka dengan waktu dan tenaga pun bisa dilakukan. Mama pernah bicara seperti ini,
"Sikap dewasa itu intinya peka, sensitif dengan segala sesuatu yang harus dilakukan disekitar. Jangan cuma nunggu untuk disuruh. Nah kedewasaan itu gak bisa datang dengan sendirinya. Gak bisa kamu dapetin dengan sekolah formal. Mau sekolah setinggi-tingginya gak jamin bakal dewasa secara sikap. Sikap dewasa itu didapatin dari belajar di rumah sendiri. Mama gak akan bangga kalau anak mama sekolah tinggi, nilainya bagus tapi gak becus ngurus rumah. Malu entar mama sama mertua kamu."
Jleb momen. Saat SMA dan kuliah kurang apa lagi untuk bisa merasakan perjuangan akademik, perjuangan organisasi, bisa main sepuasnya tanpa ada yang melarang, bisa bebas mengerjakan apapun yang kita mau. Seketika tersadar bahwa being at home untuk perempuan adalah sesuatu precious moment. Tidak bisa digantikan dan ditemukan dengan tempat manapun. Bagi saya yang jarang ada di rumah sekaranglah justru waktunya saya belajar banyak hal bagaimana mengurus rumah, masak, mencuci dengan baik, dan belajar efisiensi waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga lainnya. Sisa waktu yang lain saya gunakan untuk belajar mengembangkan skill saya yang lain. Meningkatkan kemampuan english saya, kejar nilai ielts dan ibt yang diharapkan, belajar psikotes, banyak baca buku, belajar nyetir, mengembangkan skill nulis dan lain lain. See? Masih mau bertanya seorang perempuan seumuran saya mengerjakan apa selama di rumah? Masih banyak hal yang belum saya benahi, masih banyak pekerjaan rumah tangga yang belum bisa saya lakukan secara efisien. Intinya saya masih harus banyak belajar untuk bisa 'bekerja' di rumah. Kalau bukan sekarang kapan lagi waktunya? Alhamdulillah masih diberi kesempatan dan dukungan orangtua untuk dibekali dasar-dasar kemampuan bekerja di rumah oleh mama. Setidaknya modal awalnya sudah pernah dipelajari jadi kedepannya sudah ada pondasi yang cukup kuat. Insha Allah.
Mama benar, kemampuan 'bekerja' di rumah itu enggak akan saya dapat dimanapun. Realnya ya harus dikerjakan di rumah. Kosan? Gak jamin. Meskipun secara otomatis tinggal jauh dari orangtua membuat kita jadi supermandiri tapi kenyatannya yang saya rasakan kemandirian itu hanya berlaku jika kita tinggal sendiri, belum seutuhnya berlaku untuk serving pada orang-orang sekitar. So i'm just trying to enjoy my daily activities lately. Mumpung belum sibuk dengan tugas, mumpung belum sibuk cari uang, sekarang sibuk dulu aja melayani keluarga, bercerita sama mama, belajar apapun dari mama, sibuk membekali diri untuk jadi perempuan calon ibu dan istri seseorang. Berharga bukan dari sekadar cari uang lalu senang-senang? Hehe
Being at home doesn't mean you don't have anything to do, doesn't mean it's a nonsense. Being at home is totally so cool. Disaat yang lain mungkin bangga dengan pencapaian di bidang karirnya namun bagaimana dengan belajar untuk mencapai fitrah yang seutuhnya? Just be happy. And to be happy is to enjoy everything you do, isn't it?
Comments
Post a Comment