Karena enggak ada yang enggak mungkin

Beberapa hari ini Indonesia sedang berbahagia karena salah satu atletnya, Lalu Muhammad Zohri memenangi kejuaraan sprint tingkat dunia. Yang tadinya tidak tau menahu siapa Zohri pun jadi mengenalnya. Seorang siswa SMA yatim piatu yang berasal dari keluarga sederhana di Nusa Tenggara Barat. Aku sempat membaca beberapa artikel dan thread di Twitter yang menceritakan bagaimana perjuangan Zohri hingga bisa menjadi juara dunia. Enggak gampang sudah pasti. Dengan segala keterbatasannya namun Zohri tetap mau berusaha keras. Demi membuat orangtua dan keluarganya bangga.

Indonesia pun bangga. Aku pun merasa sangat bangga pada Zohri dan anak muda lain yang juga mau berjuang keras layaknya Zohri. Padahal mereka tidak memiliki social privilege. Pernah dengar? Yaitu suatu keadaan yang cukup atau bahkan berlebih yang memang sudah pasti dimiliki secara cuma-cuma. Seperti misalnya ada anak yang bisa kuliah ke luar negeri. Ya wajar bisa karena dia memiliki social privilege itu. Orangtua kaya yang mampu membiayayai, atau kalaupun dengan beasiswa dia tidak harus berjuang sekuat tenaga karena memang pendidikannya selama ini difasilitasi dan didukung oleh sekolah yang baik, teman-teman yang suportif dan kompetitif, guru-guru yang berkualitas. Semuanya serba mendukung keberhasilan. Anak-anak yang memiliki social previlege secara tidak langsung dimudahkan untuk mencapai apa yang diinginkannya. 

Tapi sementara itu pasti kalian sering mendengar seperti ini juga, 

“Wajarlah dia lulus tes masuk universitas A, dari SD udah ikut bimbel. Bimbel mahal pula.” 

“Wajarlah dia bisa sukses bisnisnya. Bapaknya kan direktur A. Dimodalin dulu.” 

Hal ini sering dilontarkan untuk siapapun yang berhasil dan punya social privilege. Tidak perlu merasa diremehkan justru harus dibuktikan bahwa privilege yang dimiliki bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya. Seperti yang pernah aku baca:  your job is to be aware of your privilege. Use this particular privilege to do the best and achieve all the great things. Karena itu beruntunglah kalian yang diberkahi dengan kemudahan yang enggak dimiliki semua orang. Ini yang selalu ku ingatkan juga pada murid-muridku kalau mereka sedang menurun motivasi belajarnya. Aku ingatkan bahwa mereka hanya perlu belajar giat saja, kemudahan yang diberikan oleh orangtua jangan justru malah membuat bermalas-malasan. Setidaknya mereka tidak perlu memikirkan uang, mainan, makanan, liburan. Semuanya disediakan berlebih oleh orang tua tanpa kekurangan, sekolah bagus, bimbel bagus, pakaian layak. Sia-sia rasanya jika kemudahan ini tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya. 

Lalu bagaimana dengan anak yang memang tidak memiliki social privilege seperti halnya Zohri? Sudah dipastikan anak-anak seperti ini harus berusaha lebih-lebih keras lagi untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Mereka harus berjuang lebih kuat, lebih semangat, lebih persistent. Sesuatu yang harus lahir dari jiwanya sendiri karena mereka tidak mendapat dukungan dari luar. Memang rasanya sangat sulit dan tidak mungkin mengejar ketertinggalan dari mereka yang sudah memiliki privilege. Tapi lihatlah Zohri. Tidak ada yang tidak mungkin. Bahkan sudah banyak rasanya terlahir orang-orang sukses justru berasa dari keluarga pas-pasan. Cerita mereka menyentuh, tidak butuh setahun-dua tahun. Butuh proses. Butuh kerja keras. Apa yang dibutuhkan di awal? Keinginan, kekuatan, dan berani melakukan. Hingga jika akhirnya berhasil mendapatkan apa yang diinginkan, kepuasan dan kebanggaan akan lebih terasa. Lebih dihargai lebih dinikmati dan disyukuri dibandingkan dengan yang sudah memiliki privilege.

Dari cerita mengenai Zohri ini kita bisa belajar bahwa keterbatasan bukan halangan, adanya kemudahan harus dimanfaatkan. Betapa banyak anak Indonesia termasuk aku yang mungkin memiliki kemudahan hidup lebih dari apa yang dimiliki Zohri lalu apa yang sudah dilakukan? Sudahkah memberikan manfaat untuk orang lain? 

Comments

Popular posts from this blog

a month remaining to 21

1

Dear Friend...